Postingan

⠀⠀π‘«π‘’π‘Ž: 𝑺𝑒𝑛𝑑𝑒 π‘³π‘Žπ‘Ÿπ‘Ž

⠀⠀⠀⠀⠀     ⠀⠀⠀    #π‘™π‘’π‘šπ‘π‘Žπ‘¦π‘’π‘›π‘” 𝘯𝘰𝘡𝘦; 𝘀𝘳𝘦𝘒𝘡𝘰𝘳 𝘢𝘴𝘦π˜₯ 𝘭𝘰𝘸𝘦𝘳𝘀𝘒𝘴𝘦 gadis muda itu menatapi gundukan tanah yang ditaburi bunga di depannya. akaranya meredup, aksanya menyayu, daksanya terduduk. ini sudah hampir minggu ketiga ayahnya kembali ke dekap hangat bumi. tapi dia sama sekali belum bergegas untuk mencari sang ibu. langit gelap, redum. rinainya mulai turun. ditatapnya sendu seluruh rintik air yang jatuh itu. kala derainya mulai deras, gadis itu memutuskan untuk segera pulang, sembari bertandang teduh di dalam mobil miliknya. pikirannya kacau, batinnya bingung. harus apa dia sekarang? dia pun tak tau harus bagaimana. hari masih siang, ia pun mulai melajukan mobilnya walau langit mendung. sedangkan, sang adik kembar yang kala itu juga sedang tidak berada di rumah hanya mengeluh. "kenapa hujan, sih? cilung gue kan jadi ga laku," dumelnya. ia hanya berdiam diri, tak tau harus apa. memangnya jika hujan begini, dia harus apa? di sela keheningan, pikiran

⠀⠀π‘Ίπ‘Žπ‘‘π‘’: 𝑺𝑒𝑛𝑑𝑒 π‘³π‘Žπ‘Ÿπ‘Ž

⠀⠀⠀⠀⠀     ⠀⠀⠀   #π‘™π‘’π‘šπ‘π‘Žπ‘¦π‘’π‘›π‘” 𝘯𝘰𝘡𝘦; 𝘀𝘳𝘦𝘒𝘡𝘰𝘳 𝘢𝘴𝘦π˜₯ 𝘭𝘰𝘸𝘦𝘳𝘀𝘒𝘴𝘦 "habis darimana?" baru saja remaja laki-laki itu membuka pintu dan menyalakan lampu ruang depan, kedatangannya langsung disambut oleh amarah sang kakak. "jawab, habis darimana? ini udah jam berapa?" cercahnya lagi kepada sang adik. sedangkan remaja laki-laki itu menjatuhkan dirinya ke sofa, menatap sang kakak sendu, "udah, teh. aku capek." lain halnya dengan ryoco, ia hanya mendelik lalu memasuki kamarnya. tak lama, farasya keluar membawa sekotak obat. "sini, mana yang sakit?" tanyanya galak, tapi memegangi wajah adiknya dengan lembut untuk melihat beberapa lebam dan lecet yang terdapat disana. hanya hening yang tercipta, tak ada suara yang ada. fokus dengan kegiatan dan pikirannya masing-masing. selesai membersihkan luka adiknya itu, sang kakak terdiam memandangi wajah si adik. "jangan gitu, kalo nanti luka terus mukamu rusak gimana?! nanti jadi kaya ba

⠀⠀π‘·π‘Ÿπ‘œπ‘™π‘œπ‘”: 𝑺𝑒𝑛𝑑𝑒 π‘³π‘Žπ‘Ÿπ‘Ž

Gambar
⠀⠀⠀ ⠀⠀     #π‘Žπ‘ π‘šπ‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘”π‘Ž  x  #π‘™π‘’π‘šπ‘π‘Žπ‘¦π‘’π‘›π‘” 𝘯𝘰𝘡𝘦; 𝘀𝘳𝘦𝘒𝘡𝘰𝘳 𝘢𝘴𝘦π˜₯ 𝘭𝘰𝘸𝘦𝘳𝘀𝘒𝘴𝘦 langit mendung, membuat ketiga remaja itu merenung. menatap pilu, dalam sendu diujung temu. suasana serasa mendukung, alam seperti turut berkabung atas kepergian sang ayahanda. sepasang kembar, dengan adik laki-laki mereka  sedang menatap kosong ke gundukan tanah yang masih basah itu. baru saja, bumi mendekap erat sang ayah dalam pelukannya. terlihat, yang tertua menghela nafas. mencoba berpikir mawas, kemudian memecah keheningan. "ayo, pulang," ujarnya kemudian memimpin jalan kedua adiknya. tak ada yang berbicara. berdeham saja tidak. semuanya kalut, dalam emosi dan pikirannya. memilih diam agar tenang, walau terbayang angan. "jadi, kapan kita mulai turuti permintaan terakhir ayah untuk mencari ibu?" tanya sang kakak kepada kedua adiknya itu. tak ada yang bergeming, sampai sang duplikatnya —ryoco— mulai bersuara. "mungkin bisa kita mulai setelah kita tenan